Atmakusumah Astraatmaja, Mantan Ketua Dewan Pers
Media di Indonesia Masih Banyak Menyiarkan Berita Privasi
Palembang:
Media di Indonesia masih banyak menyiarkan berita pribadi (privasi). Padahal, diatur dalam kode etik universal dan juga di Indonesia bahwa informasi yang bersifat privasi semestinya dilindungi.
Menurut mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraatmadja, subjek berita privasi mestinya dilindungi dan dirahasiakan. Terutama kalau menyangkut anak-anak dan wanita terkait perbuatan asusila maupun pelaku dan korban kriminal.
“Berbeda dengan di luar negeri yang umumnya memang sangat menghargai berita yang bersifat privasi dan berhubungan dengan anak-anak. Subjek berita benar-benhar dilindungi,” ujarnya usai menjadi pembicara dalam Lokakarya Peningkatan Jurnalistik yang digagas Dewan Pers dan Lembga Pers Dr Soetomo, Selasa (17/6) di Hotel Jayakarta Daira.
Ke depan, diharapkan, media bisa lebih bijak memberitakan hal-hal yang bersifat privasi dan berhubungan dengan anak-anak sebagai pelaku maupun korban kejahatan.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Wina Armada Sukardi
Pembicara lain, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan
Pers, Wina Armada Sukardi mengungkapkan soal penanggung jawab media massa. Menurutnya, di Indonesia saat ini masih banyak perusahaan pers yang menerbitkan surat kabar atau kegiatan jurnalistik lainnya yang belum mencantumkan penanggung jawab penerbitan padahal hal ini menyalahi UU Pers nomor 40 tahun 1999.
Bagi perusahaan pers yang belum mencatumkan penanggung jawab agar segera
memunculkannya pada lembaran redaksional surat kabar atau majalah dimaksud
sehingga pada saat terganjal kasus hukum yang menjadi penanggung jawab
Menurut Wina, sejak disahkannya UU Pers 10 tahun lalu, kesadaran para
insan penerbit pers belum sepenuhnya ada untuk mencantumkan siapa yang
menjadi penanggung jawab menyusul adanya loncatan drastis aturan dari pers
yang sebelumnya terkungkung menjadi yang merdeka menyuarakan kebebasan.
Pencatuman penanggungjawab dalam surat kabar kata Wina sangat penting
apalagi pada saat terjadinya benturan-benturan antara pers dan nara sumber
dari aspek hukum. “Penanggung jawab itu penting, dan saatnya para penerbit
mencantumkan itu,” katanya.
Di Indonesia saat ini berdasarkan data Dewan Pers, kata Wina, terdapat
sekitar 867 penerbit. Namun dari jumlah tersebut, persentasi yang telah
mencantumkan penanggung jawab pada terbitan masing-masing masih sangat
kecil.
Untuk itu katanya, Dewan Pers secara bertahap akan melakukan sosialisasi
pentingnya pencantuman penanggung jawab, agar ke depan para penerbit dalam
melakukan aktivitas tidak menyalahi UU Pers tersebut.
Dikatakannya, saat ini masih banyak para penerbit yang belum paham akan
pentingnya penanggung jawab. Namun Dewan Pers memiliki kewajiban untuk
memberitahukan hal ini. Pokoknya di struktur manapun penanggunng jawab
itu harus dicantumkan. Sebab beberapa kasus yang digugat itu wartawannya.
Ada kejadian juga penanggung jawab bebas dari kasus satu perkara namum
dia kena pada UU pokok pers nya,” kata Wina.
Warief Djajanto Basorie, narasumber lokakarya
Soal penyuntingan berita disinggung Warief Djajanto Basorie dan persoalan bahasa diungkapkan Sri Mustika. Bahwa dari segi isi dan bahasa, pemberitaan media terkadang masih jauh dari ideal.
Lokakarya ini sendiri diikuti 30 redaktur dan wartawan peliput di Sumsel. Dilaksanakan selama tiga hari dari Selasa hingga Kamis (19/6).(sir)
Sebagian peserta lokakarya....
Komentar