Langsung ke konten utama

Pers Bebas Bertanggung Jawab

05/07/2007 08:11
Kebebasan dengan Tanggung Jawab Moral

Pada zaman rezim represi Orde Baru orang dan media masa khususnya hanya dibebani berbagai macam kewajiban dan tanggung jawab, tetapi tanpa diberi hak dan kebebasan menyiarkan apa yang dianggp penting dan menarik bagi masyarakat. Dengan dalih menjaga keamanan negara tetapi belenggu kebebasan sebenarnaya lebih diarahkan untuk menyelematkan rezim yang berkuasa, karena pada dasarnya pemerintah juga tidak terlalu peduli dengan negara. Terbukti banyak aset negara yang mereka jarah dan mereka jual. Negara tidak ada, yang ada hanya kepentingan oknum penguasa.

Melihat kenyataan itu maka pada masa reformasi seluruh belenggu kebebasan dijebol, orang mengira pendobrakan kebebasan itu hanya akan memberi kebebasan politik, tetapi akhirnya mengarah juga pada kebebasan perekspresi secara umum tidak hanya bidang politik, tetapi bidang seni, budaya dan dagang. Hal itu kemudian dikukuhkan dalam bentuk rumusan undang undang pers yang sangat bebas, bahkan pemerintah sendiri tidak berhak menegur, mengarahkan dan sebagainya, sebab pendirian media cetak tidak lagi perlu izin.

Maka jadilah negara ini seperti hutan rimba, berbagai majalah porno diterbitkan, dijual di sepanjang jalan dibaca segala usia. Media tersebut juga menjadi ajang transaksi wanita dan menjadi sarana prostitusi. Belum lagi dengan sajian bahasa yang sangat vulgar dan tidak beradab. Mereka seperti anak jalanan yang tidak mengenal pendidikan budi pekerti, tidak memiliki tatakrama dan moralitas. Pemerintah tidak hanya tak berkuasa tetapi tidak peduli terhadap kenyataan ini.

Media masa merasa bahwa kebebasan ini merupakan hak dasar mereka, sehingga tidak merasa bahwa perilakunya itu merusak keutuhan bangsa dan keamanan negara serta meruntuhkan moral masyarakat. Apalagi mereka mempunyai mitos palsu bahwa media massa merupakan pilar demokrasi, sehingga mereka semakin tidak tahu diri. Itu pun masih diperkuat dengan filsafat bahwa tanggung jawab itu ada ketika ada kebebasan. Tetapi dalam kenyataannya kebebasan telah diperoleh, tetapi mereka lari dari tanggung jawab moral.

Dengan sajian yang jorok dan porno itu sebenarnya mereka mengarahkan bangsa ini menjadi bangsa bangsa yang malas berpikir, tidak kreatif dan berselera rendah. Sementara tugas pers sebagai pendidik dan pencerdasan bangsa diabaikan. Dalam keadaan begini mereka masih meminta jaminan pada pemerintah bahwa tidak ada lagi pembredelan terhadap media massa. Bagaimanapun media harus mamahami bahwa dirinya bukan hanya memiliki kebebasan untuk menghancurkan bangsa sendiri. Tetapi sebagai lembaga yang hidup dalam sebuah masyarakat dan negara mesti tunduk pada norma-norma dan aturan yang ada dalam komunitas tersebut.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat Islam, tetapi kalau melihat kenyataan medianya, baik koran, televisi, radio dan filmnya seolah tidak ada kesan bahwa negeri ini berpenduduk Islam, dan berbangsa berdasarkan Pancasila. Karena sama sekali tidak mengenal norma, tidak memiliki etika. Hanya ada segumpal kebebasan yang mereka gunakan untuk kepentingan sendiri. Kebebasan tanapa tanggung jawab dan tanpa moral akhirnya menjadi racun bagi masyarakat.

Bagaimanapun pemerintah harus tetap berdaulat dalam persoalan ini. Kebebasan hanya ada jika dalam koridor norma dan undang-undang. Bila keluar dari pelanggeran itu media mesti diperingatkan, kalau perlu dicabut hak terbitnya. Kebebasan tidak ada artinya bila tidak untuk kemaslahatan umat. Dan demi kemaslahatan umat dan negara tidak haram membredel media massa yang merusak masyarakat dan negara. Ini baru sebuah masyarakat beradab. Pemberian kebebasan pada manusia tidak beradap sama dengan memberika senjata pada perampok, akan digunakan untuk tindakan kriminal.

Dalam hal ini media massa telah melakukan kriminal kebudayaan, yang hasilnya merusak moralitas bangsa dan merongrong kewibawaan negara. Norma dan aturan harus ditegakkan oleh masyarakat dan negara, demi kepentingan bersama. Jangan sampai membiarkan norma dilanggar segelintir orang hanya untuk kepentingan bisnis. Negara dan bangsa ini milik masyaraklat secara keseluruhan, bukan hanya milik media. Media hanya alat tidak boleh menjadi tujuan, apalagi bertujuan merusak.

Perlu kita menempatkan kembali kebebasan secara proporsional. Hanya orang yang memiliki kesadaran moral yang bisa menerima kebebasan dan layak diberi kebebasan. Bagi orang yang tidak bermoral tidak mungkin diberi kebebasan, mereka ini harus diarahkan dikontrol terus agar berjalan pada norma yang benar. Kalau tidak masyarakat akan menjadi korban kebebasan mereka.

Apalagi ada klaim dan mitos sebagai salah satu pilar demokrasi, yang kemudian tidak bisa ditegur, tidak bisa diingatkan. Wah, ini mitos yang paling menyesatkan. Bahwa kebebasan itu ada sejauh ada tanggung jawab moral, bila kebebasan tanpa dilandasi tanggung jawab moral malah akan merusak tatanan. Ini yang tidak boleh terjadi. Kebebasan adalah kebebasan untuk melaksanakan norma dan aturan yang ada di masyarakat. (Mun’im DZ)


http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/3/9404/Analisa_Berita/Kebebasan_dengan_Tanggung_Jawab_Moral.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Sinar Harapan

LINTAS SEJARAH SINAR HARAPAN Sinar Harapan terbit perdana pada tanggal 27 April 1961. Tokoh – tokoh yang terlibat dalam upaya pendirian Sinar Harapan adalah : Dr. Komang Makes; Lengkong; Ds. Roesman Moeljodwiatmoko; Simon Toreh; Prof. Dr. Soedarmo; J.B. Andries; Dr. J. Leimena; Supardi; Ds. Soesilo; Ds. Saroempaet; Soehardhi; Ds.S. Marantika; Darius Marpaung; Prof. Ds. J.L.Ch. Abineno; J.C.T. Simorangkir SH; Ds. W.J. Rumambi; H.G. Rorimpandey; Sahelangi; A.R.S.D. Ratulangi; Dra. Ny. B. Simorangkir Pada awal pendirian, H.G. Rorimpandey dipercaya sebagai Pemimpin Umum, sedangkan Ketua Dewan Direksi adalah J.C.T Simorangkir dan Pelaksana Harian adalah Soehardhi. Pada awalnya (27 April 1961), oplah Sinar Harapan hanya sekitar 7.500 eksemplar. Namun pada akhir tahun 1961, oplahnya melonjak menjadi 25.000 eksemplar. Seiring dengan perkembangan waktu, Sinar Harapan terus berkembang menjadi koran nasional terkemuka serta dikenal sebagai “raja koran sore”. Sebagai ilustrasi, pada tahu

Sejarah Sumatera Ekspres

Sejarah Sumatera Ekspres: http://bukuteje.blogspot.com/2009_02_01_archive.html PENULIS: T Junaidi Sejarah Harian Sumatera Ekspres & 15 Tahun Bersama Jawa Pos Group Detik-Detik Menegangkan di Ruang Redaksi ---------------------------- Lay out & Artistik : T Junaidi dan Hellendri Fotografer : H Dulmukti Djaja Penerbit : PT Citra Bumi Sumatera Percetakan : JP Book ---------------------------------------------------------------------------- I. Kata Pengantar H Suparno Wonokromo (CEO Jawa Pos Indonesia Timur) II. Pengantar (Penulis, T Junaidi) III. DAFTAR ISI 1. Negosiasi Buntu, Hanya Ada Satu Kata MOGOK! 2. Ya Wartawan, Ya Sirkulasi, Ya Advertising 3. ’Hoki’ Era Reformasi 4. Kantor Terburuk di ’Dunia’, Kini Gedung Graha Pena 5. ’Embrio’ Sumeks Menjelma Gurita 6. Sumeks Juara I Perwajahan Jawa Pos Group 7. Wajah Media Cermin Manajemen Redaksi IV. CATATAN HARIAN - Dari Titik Nol 8. Muntako BM, Jual Kursi untuk Selamatkan SIUPP Sumatera Express 9. Fotografer Gaek H Dulmukti Jaya, Tak

H Ismail Djalili

Suasana pemakaman tokoh pers Sumsel, Drs H Ismail Djalili di TPU Puncak Sekuning, Minggu sore. (Foto: Facebook arif ardiansyah) Tokoh Pers Sumsel Meninggal Palembang, Berita duka menyelimuti dunia pers di Sumsel. Seorang tokoh pers di Sumsel, Drs H Ismail Djalili, menghembuskan nafas terakhirnya Minggu (6/2/2011) sekitar pukul 07.30 di RS RK Charitas Palembang.. Masyarakat Sumatera Selatan, utamanya insan jurnalis sangat kehilangan sosok Ismail yang dikenal sebagai pekerja keras, disiplin dan tegas. Selama hidupnya, almarhum telah mengabdikan dirinya di dunia pers. Beliau sempat memimpin PWI Sumsel. Dan mendirikan lembaga pendidikan yang kini mengelola Program Pasca Sarjana. Pendidikan S-1 dan SLTA di Sekip Ujung Palembang. Lembaga yang didirikannya itu adalah STISIPOL Candaradimuka. Ia meninggalkan seorang istri, Lien Suharlina, dua anak, Lis Hapari dan Lisdestriani Rahmani. Serta empat orang cucu, Aidri, Rere, Utiyah Nurahmadani, dan Isnin Nurulfallah. Jenazah pendiri Stisipol Cha