Langsung ke konten utama

Wartawan Butuh Perhatian


Wartawan adalah profesi yang paling rentan dan beresiko. Selalu dikejar deadline, stres, dibawah tekanan, dan umumnya perokok berat. Karenanya, sering makan tidak teratur, dan berakibat mudah diserang berbagai penyakit.
Untuk itu, mestinya diimbangi dengan rajin berolahraga. Sehingga bisa menikmati hidup yang sehat.
Alex Noerdin, sebagai Gubernur Sumsel menunjukkan perhatiannya kepada para jurnalis bukan saat ini saja. Sejak masih menjabat bupati Musi Banyuasin pun, dia telah menunjukkan kepeduliannya.
Dengan adanya Sekolah Jurnalistik Indonesia (SJI) yang kini memasuki angakatan keenam, menurut Alex Masih belum cukup kalau wartawan itu tidak sehat.
“Makanya, kini saya tawarkan lagi kepada para wartawan untuk memilih salah satu fitnnes centre yang memadai, sehingga dalam sehari minimal 30 menit dan tiga kali dalam seminggu bisa memperhatikan kesehatan. Silakan pilih salah satu diantara jurnalis untuk menentukan siapa yang paling aktif. Hadiahnya, umroh,” ujarnya, dalam sambutan ketika secara resmi membuka SJI Provinsi Sumatera Selatan yang ke-6.
“Ini sudah saya lakukan  beberapa tahun lalu. Sayang, wartawannya memang sibuk sehingga kurang peduli untuk kesehatan dirinya sekalipun. Dan sekarang saya tawarkan kembali, “ujar Alex yang disambut tepuk tangan hadirin.
 SJI ini dilaksanakan oleh SJI Pusat yang bekerjasama dengan Dinas Pendidikan (Diknas) Propinsi Sumsel berlangsung di Aula Diknas Propinsi Sumsel, Senin (1/10).
 Kalau para wartawan sudah sehat, tentu dengan bekal ilmu jurnalistik akan membuat    mereka bisa semakin eksis dan berkompeten di lapangan. Apalagi, kalau kemudian juga di tambah lulus uji kompetensi, maka diharapkan fungsi jurnalis itu akan semakin memilliki nilai plus.
Sementara, keberadaan wartawan sebagai salah satu pilar demokrasi memang dituntut untuk dapat menempatkan dirinya sebagai sosok yang profesional dan bisa menjadi ‘pengawal’ pembangunan melalui peran kontrol sosialnya.
Prof Dr Hj Isna Wijayani, Msi mengemukakan, wartawan itu adalah profesi yang dituntut untuk memiliki standar dan kompetensi tertentu. Utnuk itu, dibutuhkan pendidikan yang bisa membuat mereka melaksanakan tugas sesuai dengan standarnya.  
Peran inilah yang dimainkan oleh SJI. Sehingga para wartawan nanti akan menjadi jurnalis yang benar-benar bisa melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan keprofesionalannya.
SJI, juga bisa menjadi kawah candradimuka. Karena mereka tidak sekedar dijejali teori, tetapi juga saling sharing dan praktik melaksanakan profesi sesuai kode etik dan Undang-undang tentang Pers.
“Apalagi, setelah lulus SJI, mereka langsung mengikuti Uji Kompetensi Wartawan. Sehingga begitu lulus, diharapkan  menjadi wartawan yang siap pakai.
Selain itu,   wartawan juga sekaligus sebagai pendidik bagi masyarakat. Melalui tulisan yang dipublikasikannya, dapat mencerahkan atau justru membuat kelam. Karenanya, harus diarahkan supaya bisa mencerahkan.
Pembukaan diklat ini dihadiri juga oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PWI Pusat Hendry CH Bangun, Ketua Yayasan Sekolah Jurnalistik Indoensia (SJI) Pusat Marah Sakti Siregar, Kepala Dinas Pendidikan (Diknas) Propinsi Sumsel Ade Karyana, Ketua Cabang Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Propinsi Sumsel H Oktab Riady, mantan Ketua PWI Provinsi Sumsel H Asdit Abdullah, serta jajajaran SKPD Propinsi Sumsel. (***)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Sinar Harapan

LINTAS SEJARAH SINAR HARAPAN Sinar Harapan terbit perdana pada tanggal 27 April 1961. Tokoh – tokoh yang terlibat dalam upaya pendirian Sinar Harapan adalah : Dr. Komang Makes; Lengkong; Ds. Roesman Moeljodwiatmoko; Simon Toreh; Prof. Dr. Soedarmo; J.B. Andries; Dr. J. Leimena; Supardi; Ds. Soesilo; Ds. Saroempaet; Soehardhi; Ds.S. Marantika; Darius Marpaung; Prof. Ds. J.L.Ch. Abineno; J.C.T. Simorangkir SH; Ds. W.J. Rumambi; H.G. Rorimpandey; Sahelangi; A.R.S.D. Ratulangi; Dra. Ny. B. Simorangkir Pada awal pendirian, H.G. Rorimpandey dipercaya sebagai Pemimpin Umum, sedangkan Ketua Dewan Direksi adalah J.C.T Simorangkir dan Pelaksana Harian adalah Soehardhi. Pada awalnya (27 April 1961), oplah Sinar Harapan hanya sekitar 7.500 eksemplar. Namun pada akhir tahun 1961, oplahnya melonjak menjadi 25.000 eksemplar. Seiring dengan perkembangan waktu, Sinar Harapan terus berkembang menjadi koran nasional terkemuka serta dikenal sebagai “raja koran sore”. Sebagai ilustrasi, pada tahu

Sejarah Sumatera Ekspres

Sejarah Sumatera Ekspres: http://bukuteje.blogspot.com/2009_02_01_archive.html PENULIS: T Junaidi Sejarah Harian Sumatera Ekspres & 15 Tahun Bersama Jawa Pos Group Detik-Detik Menegangkan di Ruang Redaksi ---------------------------- Lay out & Artistik : T Junaidi dan Hellendri Fotografer : H Dulmukti Djaja Penerbit : PT Citra Bumi Sumatera Percetakan : JP Book ---------------------------------------------------------------------------- I. Kata Pengantar H Suparno Wonokromo (CEO Jawa Pos Indonesia Timur) II. Pengantar (Penulis, T Junaidi) III. DAFTAR ISI 1. Negosiasi Buntu, Hanya Ada Satu Kata MOGOK! 2. Ya Wartawan, Ya Sirkulasi, Ya Advertising 3. ’Hoki’ Era Reformasi 4. Kantor Terburuk di ’Dunia’, Kini Gedung Graha Pena 5. ’Embrio’ Sumeks Menjelma Gurita 6. Sumeks Juara I Perwajahan Jawa Pos Group 7. Wajah Media Cermin Manajemen Redaksi IV. CATATAN HARIAN - Dari Titik Nol 8. Muntako BM, Jual Kursi untuk Selamatkan SIUPP Sumatera Express 9. Fotografer Gaek H Dulmukti Jaya, Tak

H Ismail Djalili

Suasana pemakaman tokoh pers Sumsel, Drs H Ismail Djalili di TPU Puncak Sekuning, Minggu sore. (Foto: Facebook arif ardiansyah) Tokoh Pers Sumsel Meninggal Palembang, Berita duka menyelimuti dunia pers di Sumsel. Seorang tokoh pers di Sumsel, Drs H Ismail Djalili, menghembuskan nafas terakhirnya Minggu (6/2/2011) sekitar pukul 07.30 di RS RK Charitas Palembang.. Masyarakat Sumatera Selatan, utamanya insan jurnalis sangat kehilangan sosok Ismail yang dikenal sebagai pekerja keras, disiplin dan tegas. Selama hidupnya, almarhum telah mengabdikan dirinya di dunia pers. Beliau sempat memimpin PWI Sumsel. Dan mendirikan lembaga pendidikan yang kini mengelola Program Pasca Sarjana. Pendidikan S-1 dan SLTA di Sekip Ujung Palembang. Lembaga yang didirikannya itu adalah STISIPOL Candaradimuka. Ia meninggalkan seorang istri, Lien Suharlina, dua anak, Lis Hapari dan Lisdestriani Rahmani. Serta empat orang cucu, Aidri, Rere, Utiyah Nurahmadani, dan Isnin Nurulfallah. Jenazah pendiri Stisipol Cha